Padafaktanya, sistem demokrasi ini menyimpang dari UUD 1945 dan pancasila, salah satunya ketika Presiden Soekarno membubarkan DPR. Selain itu, ada tujuh penyimpangan lainnya yaitu: 1. Lembaga-lembaga negara mempunya inti Nasionalisme Agama Komunis (Nasakom) 2. Prosedur pembentukan MPRS Karena anggota MPRS diangkat oleh presiden.
Bamsoetmenilai rencana kebijakan tersebut bertentangan dengan sila ke-5 Pancasila yaitu Keadilan Sosial Bagi Seluruh Rakyat Indonesia dan sektor sembako-pendidikan juga sangat berkaitan dengan naik turunnya inflasi. "Pengenaan pajak PPN, otomatis akan membuat harga sembako maupun pendidikan naik tajam.
. Rakyat Merdeka - Sejak awal kelahirannya, 76 tahun lalu, Pancasila telah 'ditasbihkan' sebagai pandangan hidup bangsa dan dasar negara. Namun begitu, setelah lebih dari tiga perempat abad, masih saja ditemui pandangan yang mempertanyakan, bahkan mengabaikan kehadiran Pancasila. Padahal, kedudukan Pancasila sebagai dasar negara memiliki pijakan legalitas yang kuat. Demikian dipaparkan Ketua MPR Bambang Soesatyo dalam Webinar 'Pancasila sebagai Way of Life dan Sumber Segala Sumber Hukum', di Jakarta, Sabtu 29/5. Bamsoet, sapaan akrab Bambang menerangkan, legalitas Pancasila sangat kuat. Legalitas itu termuat dalam Pembukaan UUD NRI 1945 dan dalam rumusan Pasal 2 Undang-Undang Nomor 12 tahun 2011 tentang Pembentukan Peraturan Perundang-Undangan. Di dalamnya dinyatakan, Pancasila merupakan sumber segala sumber hukum negara. Soal pihak yang mengabaikan Pancasila, Bamsoet mengemukakan survei yang dilakukan pada akhir Mei 2020 oleh Komunitas Pancasila Muda terhadap responden milenial dari 34 provinsi. Hasil survei itu mencatat, hanya 61 persen responden yang merasa yakin dan setuju bahwa nilai-nilai Pancasila sangat penting dan relevan dengan kehidupan mereka. "Sementara, 19,5 persen bersikap netral, dan 19,5 persen lainnya menganggap Pancasila hanya sekadar istilah yang tidak dipahami maknanya," ujar Bamsoet. Ketua DPR ke-20 ini menambahkan, survei LSI tahun 2018 mencatat, dalam kurun waktu 13 tahun terakhir, masyarakat yang pro terhadap Pancasila mengalami penurunan sekitar 10 persen. Dari 85,2 persen pada 2005 menjadi 75,3 persen pada 2018. Bahkan, publikasi survei CSIS mencatat sekitar 10 persen generasi milenial setuju mengganti Pancasila dengan ideologi lain. "Ini menggambarkan besarnya tantangan menjadikan Pancasila sebagai gagasan dan rujukan berperilaku yang menarik, terutama bagi generasi muda. Globalisasi dan perkembangan teknologi telah memengaruhi berbagai macam aspek kehidupan umat manusia melalui produk-produk dan gaya hidup yang dikemas dan ditampilkan secara sangat menarik. Daya tarik itu harus dapat dilampaui oleh Pancasila," jelas Bamsoet. Ketua Umum Ikatan Motor Indonesia IMI ini juga menyoroti permasalahan yang tidak kalah penting menyangkut metode pembelajaran Pancasila di berbagai tingkatan pendidikan. Mengingat Pancasila sebagai sistem nilai bukanlah sekedar bahan untuk dihafal atau dimengerti saja. "Melainkan juga perlu diterima dan dihayati, dipraktikkan sebagai kebiasaan. Bahkan dijadikan sifat yang menetap pada diri setiap anak bangsa. Sehingga Pancasila senantiasa menjadi bagian dari kepribadian orang Indonesia," terang Bamsoet. Wakil Ketua Umum Partai Golkar ini menegaskan, sebagai pandangan hidup bangsa mengisyaratkan bahwa Pancasila adalah bintang penuntun yang dinamis, yang mengarahkan bangsa Indonesia dalam mencapai tujuannya. Dalam posisinya seperti itu, Pancasila merupakan sumber jati diri bangsa, kepribadian, moralitas, dan haluan keselamatan bangsa. "Sebagai sumber dari segala sumber hukum, mengamanatkan bahwa Pancasila adalah inti terdalam dari sumber cita hukum. Segala peraturan perundang-undangan harus selaras, tunduk, dan tidak boleh bertentangan dengan nilai-nilai Pancasila," tegas Bamsoet. Kepala Badan Bela Negara FKPPI ini menambahkan, ironisnya, merujuk rekapitulasi perkara pengujian Undang-Undang UU yang teregistrasi di Mahkamah Konstitusi MK sejak 2003 hingga saat ini, terdapat perkara yang diajukan. Dari jumlah tersebut, MK telah membuat putusan. Sebanyak 269 atau sekitar 19,2 persen gugatan dikabulkan. "Ini menunjukkan masih ada peraturan perundang-undangan yang bertentangan dengan konstitusi, dan dapat dipastikan juga bertentangan dengan Pancasila. Karena segala norma hukum yang diatur dalam konstitusi adalah bersumber dari, dan dijiwai oleh Pancasila," terang Bamsoet. [USU] Dapatkan juga update berita pilihan dan breaking news setiap hari dari Mari bergabung di Grup Telegram "Rakyat Merdeka News Update", caranya klik link kemudian join. Anda harus install aplikasi Telegram terlebih dulu di ponsel.
TIMESINDONESIA, MALANG – Apa yang dilakukan dan tidak dilakukan oleh pemerintah adalah kebijakan publik Dye, 1981. Peraturan dan berbagai keputusan lainnya yang diambil oleh pemerintah adalah sebuah kebijakan publik, di pusat atau pun di daerah. Dalam praktiknya, setiap kebijakan pasti mengandung unsur pro dan kotra dalam implementasinya, karena kebijakan publik bisa dilihat dari berbagai aspek dan dari berbagai kacamata subjektivitas, sekali pun kebijakan itu sesungguhnya adalah Banyak teori yang berkembanga tentang kebijakan publik, dengan berbagai kompleksitas persoalan publik yang semakin tinggi, pola perkembangan pengetahuan dalam ranah kebijakan publik juga semakin luas, sehingga dibutuhkan sebuah inovasi dan kreativitas secara akademik maupun praksis yang dapat diaplikasikan dalam penyelenggaraan pemerintahan. Namun demikian, dari beberapa teori yang ada, kiranya dibutuhkan sebuah konsep local wisdom yang dibangun oleh negara dalam pengambilan keputusan yang melahirkan kebijakan, yaitu dengan menerapkan proses kebijakan publik berdasarkan pertimbangan-pertimbangan ideologis, yaitu kebijakan publik yang berdasarkan pada nilai-nilai-nilai pancasila, yang dinamakan dengan kebijakan publik pancasila. Pertimbangan ideologi ini menjadi pengejewantahan dalam meningkatkan public trust di tengah-tengah persoalan ideologis yang semakin terkikis dan tergerus dalam kehidupan bermasyarakat, berbangsa dan bernegara. Hal ini dimanfaatkan oleh kelompok-kelompok yang tidak bertanggungjawab yang dengan sengaja merongrong ideologi negara dengan melakukan berbagai tindakan-tindakan yang melemahkan nilai-nilai pancasila dengan ideologi-ideologi yang bertentangan dengan ideologi bangsa dan negara kita. Oleh karena itu, ideologi pancasila harus masuk ke dalam pesan setiap kebijakan negara dalam perencanaan kebijakan, implementasi kebijakan sampai pada aspek evaluasi kebijakan, sehingga kebijakan publik yang diambil menjadi perekat dalam bingkai Bhinneka Tuggal Ika yang berkeadilan sosial bagi seluruh rakyat Indonesia. Kebijakan publik pancasila tersebut adalah pertama, nilai ketuhanan akan menjadi unsur penting yang menghubungkan manusia dengan Tuhannya. Nilai ini menjadi pondasi bagi setiap masyarakat, terutama pengambil kebijkan bahwa kebijakannya tidak hanya dipertanggungjawabkan di hadapan masyarakat dan bangsa indonesia, tetapi akan dipertanggungjawabkan pula di hadapan Tuhan Yang Maha Esa. Jika nilai dalam sila pertama itu diamalkan dalam pengambilan kebijakan, akan berdampak secara luas terhadap karakter masyarakat, pemimpin dan membentuk karakter bangsa dan negara yang lebih kuat. Kedua, nilai kemanusiaan yang adil dan beradab menjadi satu kesatuan yang tak dapat dipisahkan bagi para pengambil kebijakan. Azaz kemanusiaan harus diutamakan dalam rangka menjamin semua hak dan kewajiban masyarakat dalam setiap kebijakannya. Tidak boleh ada diskriminasi dan like or dislike dalam sebuah kebijakan. Berorientasi pada kepentingan masyarakat, bangsa dan negara itu menjadi tujuan utama dalam penyelenggaraan pemerintahan dengan mengenyampingkan kepentingan pribadi atau golongan. Berlaku adil yang berperikemanusiaan dalam pengambilan kebijakan akan melahirkan kebijakan publik yang efektif dan efisien. Ketiga, nilai persatuan indonesia. Berdasarkan pada kenyataannya bahwa masyarakat indonesia adalah masyarakat yang majemuk. Terdiri dari berbagai suku, RAS, agama dan bahasa. Perbedaan itu menjadi sebuah berkah yang harus dijaga dan dirawat dan pupuk sebagai pilar bangsa. Bhinneka Tunggal Ika adalah semboyana yang harus dipegang teguh bagi masyarakat Indonesia. Oleh karena itu, setiap kebijakan publik harus pula memperhatikan aspek perbedaan dan kemajemukan tersebut dengan mengakomodir seluruh kepentingan rakyat dengan mengesampingkan egosentris untuk kelompok dan individu. Menyamakan nilai-nilai tujuan berbangsa dan bernegara dengan berpegang teguh pada nilai persatuan dan kesatuan dalam membangun bangsa dan negara menjadi lebih baik, kuat, maju dan berdaya saing. Keempat, nilai permusyawaratan dan perwakilan adalah bentuk kebersamaan dan kegotongroyongan yang harus terus dijaga dan dirawat. Sistem demokrasi memang memberikan kedewasaan dalam kehidupan berbangsa dan bernegara. Namun, sudah banyak yang salah kaprah dengan demokrasi itu sendiri. Kebebasan yang kebablasan maupun kekuatan yang yang tak terkontrol menjadi hal yang tidak terkendali saat ini. Kebebasan yang semakin tidak terkontrol dengan perilaku-perilaku yang mendewakan demokrasi. Berpendapat atau bersikap “semaunya” tanpa melihat dan mempertimbangkan pendapat dan sikap orang lain, sekalipun “menyakitkan” dan “merugikan” orang disekitarnya. Begitu pula kekuatan yang tidak terkontrol dengan berbagai cara dan metode dilakukan untuk “melawan”. Oleh karena itu, kebijakan publik dengan berasaskan pada nilai musyawarah mufakat adalah pilihan alternatif untuk membangun demokrasi yang lebih santun, sopan, dan beretika. Kelima, nilai yang kelima adalah keadilan sosial bagi seluruh rakyat indonesia menjadi nilai pemungkas untuk membangun sebuah kebijakan yang mayoritas dapat diterima oleh semua masyarakat dengan berdasar pada prinsip-prinsip keadilan. Prinsip keadilan bagi seluruh rakyat indonesia adalah satu hal yang menjadi perhatian serius para pengambil kebijakan hari ini. Mulai dari pemerintah pusat, pemerintah daerah, hingga pemerintahan paling rendah, prinsip keadilan harus dikedepankan dalam pengambilan kebijakan untuk membangun masyarakat yang lebih baik dan mencapai tujuan negara yang sejahtera. Puncak dari segala kebijakan adalah keadilan bagi seluruh rakyat indonesia. Kebijakan publik pancasila menjadi titik kunci mengembalikan public trust dan membangun masyarakat yang peduli, partisipatif, dan komunikatif, sehingga menjadikan kebijakan publik yang baik, efisien, efektif, tepat, benar, dan untuk kepentingan, kemaslahatan dan sesuai dengan kebutuhan masyarakat. Sudah selayaknya, para pengambil kebijakan dalam pengambilan keputusan berdasarkan pada nilai-nilai dalam pancasila. Kebijakan publik yang baik adalah yang mempunyai nilai-nilai kemanfaatan untuk kemaslahatan dan kesejahteraan. * Hayat, Dosen Ilmu Administrasi Publik Universitas Islam Malang dan Peneliti Kaukus Penulis Aliansi Kebangsaan** Ikuti berita terbaru TIMES Indonesia di Google News klik link ini dan jangan lupa di follow.
JAKARTA - Ketua MPR RI, Bambang Soesatyo Bamsoet, meminta pemerintah khususnya Kementerian Keuangan membatalkan rencana mengenakan pajak PPN terhadap sektor sembako dan pendidikan, yang tertuang dalam revisi Undang-Undang Nomor 6 tahun 1983 tentang Ketentuan Umum dan Tata Cara Perpajakan KUP. Bamsoet menilai rencana kebijakan tersebut bertentangan dengan sila ke-5 Pancasila yaitu Keadilan Sosial Bagi Seluruh Rakyat Indonesia dan sektor sembako-pendidikan juga sangat berkaitan dengan naik turunnya inflasi. "Pengenaan pajak PPN, otomatis akan membuat harga sembako maupun pendidikan naik tajam. Pada akhirnya akan menaikkan inflasi Indonesia," katanya dalam keterangannya di Jakarta, Ahad 13/6. Bamsoet mencontohkan, rata-rata per-tahunnya, dari kondisi harga beras saja bisa menyumbang inflasi mencapai 0,13 persen sehingga tidak bisa dibayangkan bagaimana jadinya apabila sembako, terutama beras akan dikenakan PPN. Menurutnya, saat masih rendahnya kualitas pendidikan di berbagai institusi pendidikan negeri, pemerintah seharusnya berterima kasih kepada NU, Muhammadiyah dan berbagai organisasi masyarakat lainnya yang telah membantu mencerdaskan kehidupan bangsa dengan menyiapkan institusi pendidikan berkualitas bagi masyarakat. Karena itu dia menilai, pengenaan PPN terhadap pendidikan, sama saja menegasikan peran NU, Muhammdiyah, dan berbagai organisasi masyarakat yang memiliki concern terhadap pendidikan. "Dalam membuat kebijakan, Kementerian Keuangan seharusnya tidak hanya pandai dalam mengolah angka. Namun juga harus pandai mengolah rasa. Harus ada kepekaan sensitifitas terhadap kondisi rakyat," ujarnya. sumber AntaraBACA JUGA Update Berita-Berita Politik Perspektif Klik di Sini
kebijakan pemerintah yang bertentangan dengan pancasila